Pergeseran teknologi dan kesadaran lingkungan telah menghadirkan tantangan baru bagi BUMN di Indonesia. Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mencari jalan untuk memastikan bahwa serikat pekerja tetap relevan dan adaptif di era disrupsi yang dipicu oleh kecerdasan buatan (AI) dan transformasi industri hijau. Dalam sebuah acara yang diadakan baru-baru ini, Yassierli menekankan pentingnya kesiapan mental dan keterampilan bagi seluruh unsur pekerja, khususnya di perusahaan milik negara, dalam menyongsong masa depan yang lebih berwawasan lingkungan serta berteknologi tinggi.
Transformasi Industri Hijau: Langkah yang Tak Terelakkan
Transformasi industri hijau bukanlah konsep baru, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, urgensinya semakin mengemuka karena isu perubahan iklim dan tekanan global untuk mengurangi jejak karbon. BUMN, sebagai roda perekonomian nasional, dituntut untuk berperan aktif dalam penerapan praktik berkelanjutan. Menteri Yassierli menekankan bahwa transisi ini adalah kesempatan bagi serikat pekerja untuk memperdalam pemahaman tentang ekonomi hijau dan ikut serta dalam menyusun kebijakan yang bermanfaat bagi lingkungan sekaligus para pekerja.
Disrupsi AI: Tantangan dan Peluang bagi Serikat Pekerja
Sejalan dengan pengembangan teknologi hijau, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi katalisator utama transformasi bisnis. Banyak perusahaan yang mulai mengadopsi teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi operasional. Bagi serikat pekerja, disrupsi AI dapat menjadi ancaman jika tidak diimbangi dengan pembekalan keterampilan baru kepada tenaga kerja. Namun, Yassierli melihat adanya peluang bagi serikat pekerja untuk memainkan peran krusial dalam membantu anggota mereka melakukan upskilling serta mempromosikan kolaborasi antara manusia dan mesin.
Peran Vital Serikat Pekerja dalam Era Kekinian
Ketika berbicara tentang peran serikat pekerja di era modern ini, Yassierli menjelaskan bahwa mereka tidak hanya berfungsi sebagai perwakilan untuk aspirasi pekerja dalam hal kesejahteraan dan perlindungan hukum. Lebih dari itu, serikat juga harus berfungsi sebagai pusat pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan. Dengan disrupsi AI dan industri hijau, serikat pekerja dapat menjadi mitra strategis bagi BUMN dalam menyusun program pelatihan yang tepat sasaran serta memfasilitasi perubahan yang lebih mulus dan adaptif.
Kesiapan Mental dan Keterampilan: Sebuah Keharusan
Bukan hanya keterampilan teknis yang dibutuhkan, kesiapan mental pekerja dalam menyikapi perubahan cepat juga menjadi fokus utama. Di tengah disrupsi teknologi dan transformasi industri, kemampuan beradaptasi menjadi sangat penting. Serikat pekerja diharapkan dapat mendorong iklim kerja yang fleksibel dan inovatif, serta mendukung anggotanya dalam mengembangkan daya saing mereka. Hal ini mencakup mendorong mindset pembelajaran sepanjang hayat yang akan memungkinkan pekerja merespons perubahan dengan lebih baik.
Menyusun Kebijakan Kolaboratif untuk Keberhasilan Bersama
Yassierli menyoroti pentingnya dialog terbuka antara serikat pekerja, manajemen BUMN, dan pemerintah untuk menyusun kebijakan yang inklusif dan progresif. Kerja sama ini akan menentukan keberhasilan transisi menuju industri berbasis teknologi dan ramah lingkungan, serta memastikan bahwa tidak ada pihak yang tertinggal. Kebijakan bersama ini mencakup pelatihan ulang tenaga kerja, penerapan teknologi yang etis dan bertanggung jawab, serta penguatan perlindungan sosial bagi pekerja yang terdampak oleh perubahan ini.
Pada akhirnya, tantangan disrupsi AI dan transformasi industri hijau bukan hanya sekadar gelombang perubahan yang harus dihadapi, tetapi juga peluang besar untuk memperkuat posisi BUMN dan serikat pekerja di panggung nasional dan internasional. Dengan kesiapan dan kolaborasi yang tepat, sektor ini tidak hanya dapat bertahan tetapi juga berkembang di tengah tantangan zaman. Melalui kompromi dan inovasi, BUMN dan serikat pekerjanya dapat berkontribusi pada pembangunan masa depan Indonesia yang lebih cerah dan berkelanjutan.
